Jumat, 24 Desember 2010

Restrukturisasi Pelayanan Publik

Beberapa kebijakan pemerintah selama dua-tiga tahun terakhir ini telah mengarahkan ke perubahan kebijakan pelayan publik. Perubahan pekerja, konsumen dan masyarakat mulai diarahkan untuk mencapai titik temu perubahan publik. Proses restrukturisasi telah dijadikan momentum untuk menemukan keseimbangan yang baru (Osborne & Gabler, 1993).
Proses restrukturisasi harus diawali dengan proses penciptaaan kondisi. Landasan yang kuat harus dipersiapkan. Dan konsep ini harus diterima oleh para pekerja di sektor publik, masyarakat, lembaga-lembaga internasional dan kaum profesi/asosiasi. Proses pencptaan kondisi akan mengurangi tanggapan negatif ketika kebijakan publik diterapkan.
Pertama, mengkampanyekan tanggungjawab pribadi anggota masyarakat untuk memenuhi kebutuhan perorangan. Pemerintah hanya akan berfungsi sebagai fasilitator akibat ketidakefisienan dan kelambanan selama ini (Bastian, 2000). Sektor swasta di Indonesia dalam beberapa industri menunjukkan prestasi positp, efisien dan mengembangkan pilihan melalui mekanisme pasar (PPA, 1999).
Kedua, permasalahan ekonomi ditandai oleh kejarangan sumber daya dibanding kebutuhan yang ada. Krisis atau kegagalan dalam penyediaan kebutuhan sering kali ditimbulkan, untuk membuka berbagai peluang penerapan metode baru (Whitfield, 1992). Krisis Sumberdaya, pengeluaran publik dikurangi, inflasi tinggi, dan pengelolaan keuangan yang terpusat, merupakan pertanda penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat. Klaim tersedianya dana seringkali merupakan produk pernyataan politik, daripada pernyataan keuangan. Krisis keuangan diciptakan melalui overspeding. Krisis kepercayaan, kritik terhadap pemborosan dan korupsi terhadap pemerintah selama dua tahun terakhir ini menandakan krisis kepercayaan publik terhadap pelayanan publik. Berbagai kampanye melawan kebijakan penaikan harga dan keluhan pelayanan sudah menjadi ciri khas fasilitas transportasi, kesehatan, pendidikan dan utilitas. Krisis pelayanan dan Manajemen, berbagai krisis kepercayan telah mengakibatkan pemotongan anggaran dan pertumbuhan pelayanan publik. Akibatnya semangat kerja dan berbisnis dengan berbagai lembaga sektor publik menjadi amat berkurang. Bahkan beberapa perusahaan negara mulai di tuntut oleh berbagai partner asing (PLN dan PT TELKOM) (Kedaulatan Rakyat, 13 April 2001, h.1).
Ketiga, mempromosikan alternatif peranan swasta dalam penanganan pelayanan publik. Ini akan berimplikasi pada konsumen dan pekerja, sekaligus mempengaruhi bentuk dan fungsi negara dalam perekonomian. Alternatif tersebut dapat di rinci: menyertakan swasta untuk ikut dalam kontrak pelayanan, menyertakan pihak lain untuk memperluas rentang pelayana, memecahkan upah minimum, mengembangkan pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui kreasi kontraktor, mengembangkan bentuk kontrak untuk peningkatan pengendalian produktivitas, dan memecah kekuatan serikat pekerja melalui kontrak yang beragam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar